Riwayat Kain India di Donggala

Lembaran kain, utamanya bentuk sarung ada banyak sisi ceritanya. Di kota Donggala di masa lampau misalnya menjadi simbol saat penjemputan tamu untuk upacara pernikahan.

Catatan tertua tentang penggunaan kain secara simbol dapat dibaca dalam buku klasik The Narrative of Captain David Woodard tebitan Inggris tahun 1804. Buku ini ditulis William Vaughan berdasarkan pengalaman David Woodard bersama empat orang anak buahnya saat mengalami penyanderaan di kota Donggala selama tahun 1793-1995. Donggala disebutnya Duungally. Mereka disandera saat kapal yang ditumpanginya meninggalkannya di pelabuhan Donggala, sehingga Woodard dan kawan-kawannya tertinggal hingga disandera. Di antara yang dikisahkan adalah tentang penggunaan kain di masa itu atau 225 tahun silam.

Ketika itu David Woodard menceritakan kalau di Travalla, kota di arah selatan kota Donggala, warganya membuat kain dengan cara ditenun dibuat dari kapas yang dipintal. Artinya dua abad silam itu orang di Donggala sudah terampil membuat kain sendiri dengan cara ditenun. Bisa jadi jauh sebelumnya telah itu menjadi tradisi yang hingga kini dikenal kain tenun Donggala, cuma saja tidak lagi berbahan kapas dan sutra, tapi berbahan benang sintetis. Tetapi cara pembuatannya tetap sama memakai alat tenun dengan sistem Gedokan/songket. Travalla yang dimaksud adalah Towale (Tovale) kini salah satu desa di Kecamatan Banawa Tengah.

Ketika itu disebutkan, selain terdapat produksi kain sendiri, penduduk Donggala juga mendapatkan kain dari India. David Woodard menyebutkan Palempore, kain bermutu tinggi dari India hasil tenun kapas bermotif bunga berwarna-warni (mungkin seperti Mbesa). Diceritakan, saat itu kain India dibentangkan di pintu gerbang kota seolah-olah untuk menghadang tamu rombongan putra raja bajak laut dari Mindanau yang datang melamar putri raja di Donggala (tidak diebutkan nama raja). Secara simbolis, pembentangan kain oleh penjemput itu untuk menghalangi sang calon pengantin pria agar memberikan hadiah. Selanjutnya kain itu dibuka tanda tamu dipersilahkan. Atraksi lainnya berupa adanya rombongan penjemput tamu yang melakukan penyerangan secara perang (sandiwara) memakai tombak secara heroik, namun pada akhirnya dapat dihadapi sang tamu.

Baca juga:  Jangan Dipakai Sembarangan! Ini Sederet Batik Larangan Keraton Yogya

Tradisi tersebut dalam konteks kekinian mirip dengan Meaju dan Peulu Cinde, biasa digunakan dalam prosesi penjemputan calon pengantin laki-laki saat memasuki rumah calon pengantin perempuan atau penjemputan tamu agung atau pejabat saat berkunjung ke suatu daerah.

Penggunaan lain kain Donggala secara ritual umumnya digunakan pada saat acara pernikahan oleh pengantin laki-laki saat ijab Kabul. Begitu pula sejumlah orang-orang tua menggunakan sarung sebagai bentuk kesakralan. Demikian halnya pada acara sunatan atau nokeso bagi remaja yang beranjak dewasa. Bahkan pada upacara kematian, tidak sedikit warga menjadikan kain sarung Donggala untuk pelapisan akhir bagi mayat. Hal itu dilakukan sebagai penghormatan terhakir dengan pemakaian kain berharga walau hanya dilakukan dengan menutup badan.

Hingga memasuki dekade 1980-an di kota Donggala masih banyak terlihat kaum wanita terutama ibu-ibu yang berselubung kain sarung ketika berjalan di saat terik matahari. Termasuk ketika bepergian untuk menonton suatu acara keramaian, apakah acara kesenian atau olah raga, banyak di antara warga berselubung sarung. Tradisi ini dinamai Kalibombo (atau mabombo) bagi masyarakat Donggala dan orang Kaili di Palu menyebut Nompejomu. Penggunaan sarung selubung disesuaikan kondisi acara yang dihadiri, bila acara pesta pernikahan pada malam hari karena ada acara, maka kain tenun yang jadi pilihan. Tetapi kalau acara biasa, sifatnya terbuka di lapangan, maka penggunaan sarung biasa dipakai sehari-hari.

Seiring perkembangan dan perubahan zaman, kini kain tenun Donggala tidak lagi disakralkan secara utuh. Beberapa fungsinya mulai bergeser, bukan hanya digunakan pada acara-acara sakral atau Hari Raya Islam. Melainkan telah bergeser untuk cenderamata pada tamu-tamu tertentu dan dijadikan asesoris untuk acara fashion hingga memeriahkan karnaval dan lainnya. (JAMRIN ABUBAKAR)

Baca juga:  Peta sebaran Perajin Tenun Donggala
Bagikan Artikel Ini