Sulitnya pemasaran, sulitnya pendapatan dan mahalnya bahan baku menjadi penyebab perajin tradisional Donggala mengambil keputusan sebagai buruh Tenun
Hasil wawancara dari beberapa perajin Tenun, ” kami memilih sebagai buruh saja, makan upah ( begitu biasa istilah Di kampung) kami tak mau susah memikirkan modal pemasaran dan sebagainya. Selesai menenun kami di bayar , seharga 500.000 ada juga juragan yang kasih ongkos tinggi sampai 600.000/ sarung. Biasa kami kerjakan 2 Minggu sudah selesai” kata salah seorang perajin .

Biasanya pedagang pedagang kain datang menemui perajin menawarkan benang dan ongkos setelah jadi kain sarungnya di setor kepada si pemilik modal. Bahkan kain sarung yang masih tenun mereka sudah berani membayar di depan.
Fenomena ini membuat sarung Donggala di sentra tenunpun akan sulit di cari Karna, buktikan saja apabila anda mencari di desa yang konon banyak perajin tenun , kain Donggala akan sukar di cari, adapun itu ada hanya satu dua lembar. (Imam Basuki )

