MAMUJU – KABARE.ID: Kabupaten Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat menyimpan banyak adat yang unik dan bernilai sejarah tinggi. Proses pembuatan kain Tenun Sekomandi bisa mencapai berbulan – bulan. Sebab pembuatan kain tenun ini sepenuhnya dikerjakan manual tanpa mesin, bahkan benang dan pewarnanya juga dibuat manual dari bahan alam.
Salah satu daerahnya adalah Kalumpang, dengan tradisi tenunnya yang dikenal dengan tenun ikat Sekomandi.
Sekomandi berasal dari dua kata, yaitu “Seko” yang berarti persaudaraan atau rumpun keluarga dan “Mandi'” yang berarti kuat atau erat.
Sehingga Sekomandi dapat dimaknai sebagai “Ikatan persaudaraan yang kuat dan erat”.
Pada jaman dahulu, selain dibuat untuk kepentingan sendiri, kain tenun Sekomandi merupakan alat tukar yang bernilai tinggi. Biasanya kain tenun dalam rupa pakaian adat ini ditukar dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi.
Tahap pembuatan kain tenun Sekomandi pada dasarnya terbagi menjadi tiga, yakni pemintalan, pewarnaan benang, dan penenunan.
Salah satu tenun ikat dengan motif tertua di Indonesia ini memiliki pola warna dan struktur kain yang unik. Semua proses pengerjaan tenun Sekomandi, dari pembuatan benang hingga menenun kain, dilakukan dengan tangan dan menggunakan alat-alat tradisional. Tak hanya itu, pewarnaan bahan kain ini juga menggunakan bahan-bahan alami.
Untuk menciptakan motif tertentu, sang penenun tidak membuatkan pola atau sketsa pada benang yang diikat pada katadan (sebuah alat yang digunakan untuk menahan benang pada saat diikat agar rapi).
Pembuatan pola motif dan sketsa kain ini terjadi dalam imajinasi penenun.
Bentuk motif yang dibuat oleh penenun ini memiliki jenis dan makna tersendiri. Diantaranya ada motif Ba’ba Diata, Lele Sepu Ulu Karua Lepo, Ulu Karua Barinni Pori Dappu, Tosso’ Balekoan, Tonoling, dan motif Toboalang. Biasanya, motif-motif ini ditampilkan dengan warna yang cenderung tegas sekaligus kalem dengan memadukan warna jingga, merah, coklat, hijau, krem, dan kuning.
Tidak hanya pembuatannya yang masih tradisional, tenun Sekomandi juga diwarnai dengan pewarna alam, yakni menggunakan bahan-bahan dari berbagai jenis tanaman, seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, juga beragam dedaunan, akar pohon, serta kulit kayu.
Bahan-bahan ini kemudian ditumbuk halus dan dimasak sebagai air rendaman kain. Untuk mendapatkan warna yang benar-benar bagus dan tidak luntur, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna setiap hari selama satu bulan.
Bahan benang kain tenun sekomandi berasal dari kapas yang dipintal secara manual.
Proses pemintalan yang dikerjakan secara tradisional ini bisa memakan waktu tiga hingga enam bulan.
Dengan bahan alami yang terbatas dan proses penenunan yang rumit, sehingga untuk memproduksi sehelai kain tenun ikat Sekomandi, dibutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan-bulan. Jadi, jangan heran apabila kain tenun ini dibandrol dengan harga tinggi dan bisa mencapai puluhan juta rupiah, ya!
Karena proses pembuatan kain tenun Sekomandi yang begitu rumit, pengrajin tenun soekamandi harus memiliki keahlian khusus. Keahlian ini didapatkan masyarakat Kalumpang secara turun-temurun selama ratusan tahun. Kain tenun yang sangat artistik dan bernilai unik ini dibuat dalam berbagai macam produk, diantaranya untuk pakaian, selendang, dan berbagai produk lainnya.
Saat ini, tenun Sekomandi telah dikenal luas bahkan menjadi salah satu ikon Mamuju. Permintaan akan tenun ikat tradisional ini juga kian meningkat. Hal ini mendorong para penenun untuk kembali menekuni pekerjaan ini karena hasilnya yang menjanjikan.***